BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Museum merupakan tempat wisata yang menyimpan sejarah
sebagai nilai daya tarik pengunjung, sebagaimana pernah dikemukakan bahwa negara
yang maju merupakan negara yang bisa menghargai sebuah sejarah, seperti negara
Indonesia yang memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang, ini terlihat
banyaknya museum-museum yang berdiri di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun
semakin banyaknya pembangunan pusat hiburan seperti mal membuat keberadaan
museum semakin jarang di datangi masyarakat. Untuk itu perlu adanya konservasi
di sebuah museum agar keberadaannya tidak hanya sebagai pelengkap elemen kota.
Konservasi sendiri merupakan suatu kegiatan pelestarian
sebuah bangunan, kegiatan ini dilakukan agar sebuah bangunan dapat dipertahankan
dalam jangka panjang. Dalam kasus ini diambil dari museum Bahari yang dulunya
merupakan gudang rempah-rempah yang dibangun pada tahun 1652 dimana pada masa
itu rempah-rempah yang berasal dari Indonesia dikirim keberbagai kawasan di
Eropa.
Museum Bahari terletak di kawasan Sunda Kelapa dimana
kawasan tersebut merupakan kawasan perniagaan yang paling sibuk, ramai dan
dijaga ketat oleh tentara Belanda. Kapal-kapal besar mengangkut beragam jenis
rempah-rempah bersender di galangan kapal VOC di kawasan Sunda Kelapa ini.
Museum Bahari menyimpan 126 koleksi benda-benda sejarah
kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan
miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur,
foto-foto dan biota laut lainnya. Namun belakangan ini museum Bahari tampak
sepi dan terkesan angker karena kurangnya minat wisatawan lokal untuk datang,
oleh karena itu penulisan ini dibuat agar dapat mengenalkan sejarah kelautan maka
museum Bahari ini harus di konservasikan.
1.2.Rumusan Masalah
Bagaimanakah
penanganan tepat dan langkah yang baik untuk pelestarian museum bersejarah
seperti Museum Bahari ?
1.3.Tujuan
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.Pemeliharaan Bangunan
Maintenance atau pemeliharaan pada
bangunan dimaksudkan sebagai gabungan dari tindakan teknis dan administratif
yang dimaksudkan untuk mempertahankan, dan memulihkan fungsi bangunan sebagai
mana yang telah direncanakan sebelumnya. Keberhasilan suatu bangunan dinilai
dari kemampuan bangunan unutk ada pada kondisi yang diharapkan, yang
dipengaruhi oleh beberapa persyaratan, antara lain :
a.Persyaratan fungsional adalah persyaratan yang
terkait dengan fungsi bangunan. Setiap bangunan memiliki persyaratan fungsional
umum dan khusus yang perlu di penehui.
b.Persyaratan performance,
masing-masing bangunan memiliki performance
bangunan yang sangat spesifik. Performance
bangunan mencakup banyak aspek, mulai dari performance
fisik luar bangunan, sampai pada elemen-elemen Mechanical & Electrical (ME). Tindakan pemeliharaan bangunan
sangat ditentukan oleh tuntutan performance
yang terkait dengan fungsi bangunan.
c.Persyaratan menurut undang-undang. Persyaratan
menurut undang-undang merupakan persyaratan bangunan yang tidak bisa diabaikan,
karena menyangkut regulasi dan legalitas.
d.Persyaratan menurut user. Persyaratan
menurut user biasanya berkaitan dengan kenyamanan. Kenyamanan user merupakan
ukuran keberhasilan suatu bangunan. Biasanya bangunan yang memiliki persyaratan
user adalah bangunan-bangunan sewa dan bangunan-bangunan umum.
Idealnya, pada
tahap desain, perencana telah menyusun kriteria-kriteria untuk menghasilkan
suatu performansi tertentu sehingga aktifitas pemeliharaan yang dilakukan
selama masa operasi gedung akan lebih efektif. Namun seringkali
kriteria-kriteria semacam itu tidak dibuat sehingga menimbulkan kesulitan dalam
menentukan program pemeliharaan sampai tahap pelaksanaannya. Kegiatan
pemeliharaan bangunan meliputi berbagai aspek yang bisa dikategorikan dalam 4
kegiatan, yaitu:
a.
Pemeliharan rutin harian.
b.
Rectification (perbaikan bangunan yang baru saja
selesai)
c.
Replacement (penggantian bagian yang berharga
dari bangunan)
d.
Retrofitting (melengkapi bangunan sesuai
kemajuan teknologi)
Secara
sederhana, pemeliharaan bangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu:
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan remedial/perbaikan.
2.2.Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan
rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu tertentu
untuk mempertahankan gedung pada kondisi yang diinginkan/sesuai. (Chanter
Barrie & Swallow Peter, 1996, h.119 ). Contohnya pengecatan dinding luar 2
tahunan, pengecatan interior 3 tahunan, pembersihan dinding luar dll. Jenis
pekerjaan pemeliharaan rutin juga berupa perbaikan atau penggantian komponen
yang rusak, baik akibat proses secara alami atau proses pemakaian.
Pada
pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus
pemeliharaan ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup
dalam bentuk dokumentasi, manual pemeliharaan maupun catatan pengalaman dalam
pekerjaan pemeliharaan sebelumnya. Sehingga rencana program pemeliharaan, jenis
pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat.
Kendala-kendala
yang terdapat pada pemeliharaan rutin adalah :
a.
Pemilik/owner
Seringkali para pemilik gedung tidak melaksanakan
program pemeliharaan yang sudah dibuat, bahkan cenderung memperpanjang interval
pemeliharaan dengan tujuan mengurangi beban biaya pemeliharaan agar keuntungan
yang didapat lebih besar. Padahal dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin
akan mengakibatkan bertumpuknya kualitas kerusakan ( multiplier effect )
yang akhirnya membutuhkan biaya perbaikan yang jauh lebih besar.
b.
Kurangnya data dan pengetahuan
Seringkali pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat
kurangnya data baik manual, sejarah pemeliharaan maupun dokumentasi. Disamping
itu juga kekurangan pengetahuan dari personil pengelola gedung baik tingkat
manajerial maupun pelaksana mengakibatkan program pemeliharaan dan
pelaksanaannya kurang optimal.
2.3.Pemeliharaan
Remedial
Pemeliharaan
remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang diakibatkan oleh:
1.
Kegagalan teknis/manajemen bisa terjadi pada
tahap konstruksi maupun tahap pengoperasian bangunan.
2.
Kegagalan konstruksi dan desain, dalam hal ini
faktor desain dan konstruksi berhubungan erat. Kesalahan dalam pemilihan bahan
bangunan dan kesalahan dalam pelaksanaan atau pemasangan.
3.
Kegagalan dalam pemeliharaan yang disebabkan
oleh : Program pemeliharaan rutin yang dibuat tidak memadai, Program perbaikan
yang tidak efektif, Inspeksi-Inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan baik, dan
Data-data pendukung pemeliharaan yang tidak mencukupi.
Secara lebih luas, kegiatan pemeliharaan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Pemeliharaan terencana / planned
2. Pemeliharaan tidak terencana / unplanned
2.4.Pemeliharaan Bangunan
Berlantai Banyak
Pada bangunan
berlantai banyak yang disewakan, terdapat 3 pihak yang berke-pentingan dalam
menentukan performance bangunan, yaitu :
·
MAINTENANCE
·
UNPLANNED
·
MAINTENANCE
·
PLANNED
·
MAINTENANCE
·
CORRECTIVE MAINTENANCE
·
(incl. emergency maintenance)
·
PREVENTIVE
·
MAINTENANCE
·
CONDITION BASED MAINTENANCE
·
SCHEDULED MAINTENANCE
·
CORRECTIVE MAINTENANCE
·
(incl. emergency maintenance)
Ø
Owner / pemilik
gedung
Ø
Tenant / penyewa
Ø
Building Management/penge-lola
bangunan.
Masing-masing
pihak memiliki tuntutan performance berbeda. Mengingat kompleksitas peker-jaan
yang sangat besar, maka manajemen pemeliharaan da-lam gedung bertingkat tinggi
biasanya dilakukan oleh se-buah organisasi pemeliharaan yang disebut organisasi
pemeliharaan gedung.
Organisasi
pemeliharaan pada gedung perkantoran biasanya masuk dalam organisasi pengelola
yang lebih besar yang disebut Building Management. Organisasi Building
Management pada gedung berlantai banyak bervariasi tergantung pada organisasi
induk, fungsi gedung, luas lantai dan jumlah lantai.
Dalam konteks pemeliharaan gedung, Building Management
melaksanakan perawatan dan perbaikan gedung, fasilitas dan kelengkapan gedung
dengan tujuan tercapainya :
Ø
Reliabilitas ( kehandalan )
Ø
Availabilitas ( ketersediaan )
Ø
Memperpanjang umur teknis
Ø
Memberikan nilai tambah
Untuk mencapai
hal diatas maka Building Management harus membuat jadwal pemeliharaan
sesuai spesifikasinya baik fisik gedung maupun mekanikal dan elektrikalnya.
Tindakan
pemeliharan yang sifatnya mendadak dan tidak direncanakan, biasa dilakukan atas
dasar komplain dari pihak penyewa/tenant. Komplain ini akan disampaikan
pada customer service dan kemudian akan disampaikan kepada organisasi
pemeliharaan gedung untuk ditindak lanjuti.
2.5.Pemeliharaan
bangunan dengan material metal / logam
Kemajuan industri dan teknologi logam (baja) sebagai
material bangunan, membuat baja menjadi material yang handal dan banyak
dipakai. Material ini banyak dipakai karena sifatnya yang kuat tarik maupun
tekan, ringan, presisi dalam ukuran, mudah dalam pengerjaan sehingga menghemat
waktu konstruksi. Namun diantara berbagai keunggulannya, material baja memiliki
kekurangan yaitu sifatnya yang mudah berkarat/korosif.
Korosi
sebenarnya suatu reaksi kimia pada logam dengan unsur lain yang berhubung
dengannya, sehingga terjadi erosi pada salah satu permukaaan. Korosi dapat
terjadi juga bila dua jenis logam bersentuhan dan terjadi perbedaan potensial
listrik. Sementara menurut faktor penyebab, korosi bisa diklasifikasikan
menjadi: 1. atmospheric corrosion, 2. immersed corrosion, 3. underground
corrosion.
Selain baja
yang korosif, ada beberapa jenis material logam lainnya yang tidak korosif dan
lazim dipakai pada bangunan, antara lain: aluminium, stainless steel,
dll. Logam jenis ini banyak dipakai dalam bangunan karena material ini
tergolong material yang free maintenance.
2.6.Pemeliharaan bangunan konservasi
Karya seni
bangunan dari manapun dan oleh siapapun sebaiknya dilihat sebagai bagian dari
keberadaan total yang terbuka untuk dihargai dan memperkaya sumber-sumber
pembangunan. Konservasi sebagai suatu proses memelihara ‘place’ untuk
mempertahankan nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang
berguna bagi generasi lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di
dalamnya ‘maintenance’ sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga ‘preservation‟,
„restoration‟, „reconstruction‟ dan „adaptation‟ dan kombinasinya.
‘Maintenance’
bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus menerus terhadap
semua material fisik dari ‘place’, untuk mempertahankan kondisi bangunan
yang diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan.
Perbaikan mencakup ‘restoration’ dan ‘reconstruction’, dan harus
diperlakukan semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa
diakibatkan oleh proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses
pemakaian, seperti goresan, pecah dsb.
a. Pemeliharaan,
inspeksi dan pembersihan talang secara rutin
b. Perbaikan,
restorasi; mengembalikan talang yang bergeser ketempat semula
c. Perbaikan,
rekonstruksi, yaitu mengganti talang yang lapuk.
Pada
pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan dan hal
ini bisa ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup
dalam bentuk dokumentasi
Pemeliharaan
pada bangunan konservasi mempunyai tingkat intervensi menurut skala peningkatan
keradikalannya, yaitu :
a.
Preservasi : berkenaan secara tidak
langsung terhadap pemeliharaan artifak pada kondisi fisik yang sama seperti
ketika diterima olek kurator. Penampilan estetiknya tidak boleh ada yang
ditambah atau dikurangi. Intervensi apapun yang perlu untuk mem „preserve‟ integritas
fisiknya hanya boleh pada permukaan (kulit) saja dan tidak mencolok (seperti
kosmetik).
b.
Restorasi : Menjelaskan proses pengembalian
artifak pada kondisi fisik dalam periode yang silam yang berubah sebagai akibat
dari perkembangan. Tahap mana yang tepat, ditentukan oleh kesejarahannya atau
integritas estetikanya. Intervensi ini lebih radikal dari pada preservasi yang
sederhana.
c.
Konservasi dan Konsolidasi : Menjelaskan
intervensi fisik terhadap bahan/elemen bangunan yang ada untuk meyakinkan
kesinambungan integritas struktural. Ukurannya dapat berkisar dari terapi minor
sampai yang radikal.
d.
Rekonstitusi : Bangunan hanya dapat diselamatkan
secara bagian per bagian, ditempat semula atau di tapak yang baru.
e.
Penggunaan kembali yang adaptif : Seringkali
merupakan cara yang ekonomis untuk menyelamatkan bangunan dengan
mengadaptasikannya pada kebutuhan pemilik barunya. Melibatkan intervensi yang
agak radikal, terutama pada organisasi ruang dalamnya.
f.
Rekonstruksi : Menjelaskan tentang
pembangunan kembali sebuah bangunan yang hilang di tempat semula. Bangunan
rekonstruksi bertindak sebagai pengganti tiga dimensional dari struktur asli
secara terukur, bentuk fisiknya ditetapkan oleh bukti arkeologis, kearsipan
serta literatur.Merupakan salah satu intervensi paling radikal.
g.
Replikasi : Dalam bidang arsitektur,
berkenaan dengan konstruksi tiruan bangunan sebenarnya yang masih ada, tapi
jauh letaknya. Replika tersebut menyerupai aslinya. Secara fisik replika lebih
akurat daripada rekonstruksi, karena prototipnya dapat dipakai sebagai alat
kontrol terhadap proporsi , polichrom, tekstur. ini merupakan intervensi paling
radikal, tapi mempunyai kegunaan yang spesifik untuk sebuah musium misalnya.
Perhatian
khusus dalam preservasi dan konservasi lingkungan bersejarah berbeda dari suatu
negara dengan negara lain, akan tetapi beberapa prinsip yang melatar belakangi
penting memelihara aset kota atau negara yang disarikan sebagai berikut:
1.
Identitas dan „Sense Of Place‟ :
Peninggalan sejarah adalah satu-satunya hal yang menghubungkan dengan masa
lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu, serta membedakan kita
dengan orang lain.
2.
Nilai Sejarah : Dalam perjalanan sejarah bangsa,
terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang, dihormati, dan
dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan dan bangunan yang bernilai
historis menunjukan penghormatan kita pada masa lalu, yang merupakan bagian
dari eksistensi masa lalu.
3.
Nilai Arsitektur : Salah satu alasan memelihara
lingkungan dan dan bangunan bersejarah adlah karena nilai instrinsiknya sebagai
karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang tinggi, contoh yang mewakili
langgam/mazhab seni tertentu atau sebagai landmark.
4.
Manfaat ekonomis : Bangunan yang telah ada
seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Bukti empiris menunjukan
bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih murah dari pada
membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek konservasi telah berhasil menjadi
pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui
program urban renewal dan adaptive-use .
5.
Pariwisata dan Rekreasi : Kekhasan atau nilai
sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya tarik yang mendatangkan
wisatawan ke tempat tersebut.
6.
Sumber Inspirasi : Banyak tempat dan bangunan
bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial, serta
orang dan peristiwa penting di masa lalu.
7.
Pendidikan : Lingkungan, bangunan dan artefak
bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan
benda tiga-dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami
kehidupan dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat, atau individu
tertentu, serta lebih menghormati lingkungan alam.
1.
Tujuan akhir konservasi adalah untuk
mempertahankan ‘cultural significance’ (nilai-nilai estetik, sejarah,
ilmu pengetahuan dan sosial ) sebuah ‘place’ dan harus mencakup faktor
pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa mendatang.
2.
Konservasi didasarkan pada rasa penghargaan
terhadap kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit
mungkin. Penelusuran penambahan-penambahan, perbaikan serta perlakuan
sebelumnya terhadap material fisik sebuah ‘place’ merupakan bukti-bukti
sejarah dan penggunaannya.
3.
Konservasi sebaiknya melibatkan semua disiplin
ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan penyelamatan ‘place’.
4.
Konservasi sebuah ‘place’ harus
mempertimbangkan seluruh aspek „cultural significance’nya tanpa
mengutamakan pada salah satu aspeknya.
5.
Konservasi harus dilakukan dengan melalui
penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan laporan yang memuat ‘statement
of cultural significance‟, yang merupakan prasyarat yang penting untuk
menetapkan kebijakan konservasi.
6.
Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan
apa yang paling tepat.
7.
Konservasi membutuhkan pemeliharaan
yang layak terhadap ‘visual setting’, misalnya: bentuk, skala, warna,
tekstur dan material. Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang
merusak ‘setting’, tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk
penyisipan dan penambahan bisa diterima, dengan syarat tidak mengurangi
atau merusak ‘cultural significance place’ tersebut.
8.
Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya
dibiarkan di lokasi bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian bangunan
atau sebuah karya, tidak dapat diterima kecuali hal ini merupakan satu-satunya
cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkannya.
9.
Pemindahan isi yang membentuk bagian dari ‘cultural
significance‟ sebuah ‘place‟ tidak dapat diterima, kecuali hal ini
merupakan satu-satunya cara yang meyakinkan keselamatannya dan preservasinya.
BAB III
GAMBARAN MUSEUM
BAHARI
3.1.Museum Bahari
a.
Langgam Bangunan
Bangunan yang berdiri dengan tiga lantai diatasnya
memiliki gaya bangunan khas belanda di abad-16, dengan bukaan jendela yang besar,
dinding yang tebal, serta tiang-tiang penyangga yang kuat menunjukan bangunan
ini tampak kokoh dan awet hingga sekarang.
Gudang yang diresmikan menjadi Museum Bahari pada
tanggal 7 juli 1977 ini secara signifikan mengalami perubahan. Tahun perubahan
itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk. Diantaranya tahun 1718, 1719 dan 1771.
Pda masa penduduk Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945)
gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon. Setelah
Indonesia merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN dan PTT.
b.
Interior
Tata ruang dari gedung yang dulunya gudang
rempah-rempah dan sekarang telah dijadikan museum oleh pemerintah DKI Jakarta
ini jauh lebih tertata, setiap ruang memiliki koleksi-koleksi yang berbeda
sesuai dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Memiliki koleksi
sekitar 1835 buah, diantaranya pembagian ruang :
1.
Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan : miniatur kapal dan
peralatan kenelayanan.
2.
Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan : pancing, bubu, dan
jaring.
3.
Ruang Teknologi Pembuatan Kapal
Tradisional
Koleksi yang dipamerkan : teknologi dan sentra
pembuatan kapal.
4.
Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang,
tumbuhan laut, dan dugong.
5.
Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000
(Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang
berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut,
termasuk meriam, keramik, dan benteng.
6.
Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah
alat bantu navigasi.
7.
Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai
pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.
3.1.Kondisi
Bangunan Museum Bahari
Ø
Fasad Bangunan
Sumber : http://www.kompasiana.com/bondeewijaya/museum-bahari-batavia-dan-sejarahnya_56e7b536f496731a11cab311
Tampak depan bangunan Museum Bahari terlihat dinding
tebal serta atap khas tropis layaknya benteng kecil menunjukan bahwa pada masa
itu gudang rempah-rempah ini sangat dijaga ketat oleh bangsa Belanda. Cat dinding
berwarna putih serta pembaharuan pada atap serta dua jangkar di depan museum
menjadi sikap keseriusan pemerintah DKI Jakarta dalam konservasi museum yang
ada di Jakarta.
Ø
Lantai
Ubin pada Museum Bahari (didalam) masih terjaga sangat
baik, maupun diluar bangunan, ini terlihat dari rencana revitalisasi Museum
Bahari yang akan dipergunakan sebagai kawasan wisata internasional.
Ø
Jendela dan Plafond
Faktor lokasi yang tidak jauh dari bibir pantai
disertai seringnya pasang air laut serta terjangan badai tropis dan juga usia
bangunan yang semakin tua membuat bangunan ini melesak dan tenggelam sedalam 80
cm.
Akibat pasang air laut disetiap musim membuat pintu
dan jendela terlihat tampak pendek karena melesak kedalam tanah. Akibat fenomena
alam tersebut menjadikan plafon dilantai bawah tampak menjadi lebih pendek,
membuat pintu masuk ikut semakin pendek membuat wisatawan asing yang memiliki
fisik yang lebih tinggi dari orang Indonesia pada umumnya menjadi kesulitan
untuk masuk kesetiap ruangnya.
BAB
IV
USULAN
PENANGANAN PELESTARIAN
4.1.Kesimpulan
Memperkenalkan dunia
maritim Indonesia sangatlah penting mengingat siapa nenek moyag kita dari dulu.
Museum Bahari merupaka saksi bisu dari sejarah diabad ke-16 dulu yang pernah
ada dimana bangunan tersebut merupakan gudang rempah-rempah yang sangat dijaga
ketat oleh bangsa Belanda. Langkah pemerintah DKI Jakarta dalam mempertahankan
dan melestarikan kebudayaan Belanda dan akan menjadi ikon pariwisata kota.
4.2.Usulan
Konservasi bangunan
namun tidak diiringi dengan antusiasme masyarakat lokal dalam menghidupkan
kembali museum khususnya Museum Bahari merupakan tindakan besar namun tanpa
hasil. Meramaikan kembali museum-museum yang ada merupakan salah satu tindakan
pelestarian, ada banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan kekuatan
media sosial dan media seperti billboard
dalam mempromosikan museum. Alternatif lainnya juga bisa dengan melakukan
kegiatan seperti public event atau
acara-acara yang menarik masyarakat luas di museum.
Keamanan dalam
menjaga komplek dari museum juga ikut ambil peran dalam usulan ini sangat
penting dikarena melestarikan sebuah bangunan dilihat dari keamanan yang tegas
agar bangunan tersebut tetap dalam terjaga, melihat banyaknya preman atau
orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti buang sampah sembarangan dan
kerusakan material.
source :
http://jerichofidwello.blogspot.co.id/2014/07/bab-i-pendahuluan-1.html (thanks kk Jo)
https://dutamuseumsulawesitengah.wordpress.com/2013/09/16/kiat-menarik-pengunjung/
http://museum-bahari.blogspot.co.id/
@rzkian
Konsevasi Arsitektur - Rizki Kurniawan / 26312563
Konsevasi Arsitektur - Rizki Kurniawan / 26312563
0 komentar:
Posting Komentar